Posted by Abd. Ghafar Arif RM
Melihat dan memahami diri sendiri ternyata bukan perkara
mudah dan bahkan tidak banyak dilakukan. Orang biasanya lebih suka melihat pada
pemandangan yang jauh di luar dirinya dan sebaliknya lupa melihat hal yang
dekat, dan apalagi terhadap dirinya sendiri. Itulah sebabnya, betapa sulit
melihat kesalahan dirinya sendiri daripada kesalahan orang lain.
Padahal sebenarnya melihat diri sendiri terlebih dahulu jauh lebih
penting daripada segera melihat apa yang jauh atau orang lain. Orang yang
bisa melihat dirinya sendiri akan segera mengetahui kesalahan, kekurangan,
atau kelemahannya, dan bahkan juga berbagai potensi yang ada pada
dirinya sendiri.
Tatkala seseorang melihat kekurangan pada dirinya maka akan
berkesempatan segera memperbaikinya. Sebaliknya, tatkala berhasil melihat
potensi yang ada pada dirinya, maka akan segera mengembangkannya. Sayangnya,
tidak banyak orang mengetahui kekurangan dan bahkan juga potensinya sendiri.
Pada umumnya, orang tidak tahu yang sebenarnya tentang dirinya
sendiri.
Ada motivasi dari ajaran Islam yang sedemikian jelas dan mendalam
agar seseorang mau mempelajari dirinya sendiri. Dikatakan dalam hadits nabi
bahwa, siapa yang mengetahui dirinya sendiri maka yang bersangkutan akan
mengetahui Tuhannya. Sedemikian sulit manusia mengenal dan apalagi mengetahui
secara jelas tentang dirinya sendiri, sehingga manakala itu berhasil
dipersamakan dengan mengetahui Tuhannya.
Sebaliknya, daripada mengetahui dirinya sendiri, orang lebih
suka mengetahui orang lain. Orang lain dilihat, dipelajari, dan
dipahaminya dengan serius. Kegiatan itu akhirnya menemukan berbagai
cabang ilmu pengetahuan, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, politik,
ekonomi, dan seterusnya. Semua cabang ilmu itu sebenarnya adalah terkait
tentang perilaku orang lain, dan bukan tentang perilakunya sendiri.
Oleh karena terlalu banyak melihat orang lain, dan sebaliknya
tidak pernah memperhatikan dirinya sendiri, kecuali hanya aspek fisiknya belaka,
yaitu lewat cermin yang tersedia, maka tidak banyak orang yang paham
benar tentang dirinya. Bahkan sebaliknya, banyak orang salah paham
tentang dirinya sendiri. Dirinya dianggapnya benar dan sudah sempurna.
Mereka merasa sudah berlaku adil, sudah jujur, sudah peduli pada orang lain,
merasa sudah sanggup mengapreasi dan bahkan mencintai orang lain sama dengan
terhadap dirinya sendiri.
Padahal anggapan itu bisa jadi keliru oleh karena yang
bersangkutan tidak pernah mempelajari secara mendalam tentang dirinya
sendiri. Banyak orang, terutama kaum wanita, melihat dirinya
sendiri, hanya pada aspek fisik wajahnya, penataan baju, dan penampilannya.
Kegemarannya melihat aspek fisik dirinya sendiri itu menjadikan penampilannya
selalu sempurna dan bahkan tampil cantik melebihi aslinya.
Akibat tidak suka memahami dirinya sendiri dari aspek
terdalam, yaitu tentang perilaku dan sifat-sifat yang dimilikinya itu, maka
menjadikan banyak orang merasa selalu benar sendiri. Mereka tidak tahu
bahwa dirinya keliru, salah, dan bahkan menyimpang. Sebaliknya, orang
lain dianggap terlalu banyak kesalahan. Menyalahkan orang lain
menjadi sedemikian mudah. Akibatnya muncul pepatah bahwa : “Gajah di pelupuk mata tiada kelihatan, kuman di seberang lautan jelas kelihatan"
Selain itu, orang juga memiliki mekanisme, yaitu selalu
melindungi dirinya sendiri dari kekurangan dan kesalahannya. Mereka tidak
suka kekurangan dan kelemahannya diketahui orang lain. Itulah sebabnya,
manakala kekurangan itu diketahui orang, maka yang bersangkutan menjadi
tersinggung dan marah. Sebaliknya, setiap orang merasa senang
manakala mampu menunjukkan kelebihan dirinya sendiri, sekalipun kelebihan
itu misalnya hanya diada-adakan. Itulah sebabnya penampilan seseorang
sehari-hari selalu berbeda dari yang sebenarnya.
Perilaku seperti itu menjadikan siapapun tidak mudah menghakimi
dirinya sendiri. Para hakim pintar mengadili orang lain, tetapi tidak
mampu mengadili dirinya sendiri. Demikian pula orang pada umumnya, tidak
mudah mengetahui dan bahkan menyadari atas kekurangan dan kesalahannya.
Kesulitan melihat diri sendiri itulah yang menjadikan orang pada umumnya selalu
bersikap subyektif dan tidak akan mampu menghakimi dirinya sendiri.
Dirinya selalu dianggap benar, dan sebaliknya orang lain yang tidak sama dengan
dirinya dianggap sesat. Padahal gagal mengetahui tentang dirinya sendiri itu
adalah juga bagian dari kelemahan dan bahkan kesalahan. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment